Elit
Modern di Indonesia pada Abad ke-19
Politk
etis adalah suatu system yang tetap untuk disalahkan terhadap berkembang nya
suatu bentuk elit modern di Indonesia pada abad ke-19. Politik etis berperan
membukanya kesetaraan antara bangsa pribumi dengan bangsa penjajah. Kesetaraan
ini memberi peran sangat penting dalam kehidupan orang-orang pribumi, terutama
pola pikir mereka yang sebelumnyasangat sederhana. Namun, dibalik semua itu
tumbuh berbagai hal yang seakan menjadikan drama ataupun peristiwa yang harus
di catat dalam terbentuk suatu kemerdekaan bangsa Indonesia. Peristiwa-peristiwa
yang terjadi bukan hanya sebuah kesuksesan bangsa ini merenggut kemerdekaan,
tetapi di dalam nya ada juga penolakan-penolakan dari bangsa pribumi yang
menolak dampak system politik etis.
Kita
tidak bisa semata-mata menyalahkan pihak yang menolak suatu kesetaraan itu,
ataupun mendukung sepenuhnya suatu kelompok yang menyambut baik kesetaraan di
dalam biadang pendidikan itu semata karna mereka telah membangkitkan rasa
nasionalisme dan memberi kemerdekaan kepada bangsa ini. Mari kita
mempertimbangkan segala aspek tersebut, sehingga terbentuknya suatu eti modern
di Indonesia ini.
Terbentuk
dan berkembangnya elit modern merupakan bagian penting dalam bagian
peristiwa-peristiwa sejarah, terutama peristiwa sejarah yang berkaitan dengan
pendidikan. Telah jelas dijelaskan pada paragraph sebelumnya tentang peranan
politik etis dalam perkembangan elit modern di Indonesia,namun tidak semudah
itu system ini di terima oleh rakyat pribumi. Suryanegara (2009:327)
menyebutkan “politik etis merupakan praktik imperialism gaya baru yang
diciptakan oleh Belanda. Khusus pada pendidikan, pemerintah colonial Belanda
sengaja merubah system pendidikan agama Islam ala pesantren menjadi system
pendidikan ala barat yang lebih modern”. Pendapat tersebut juga di perkuat oleh
Nagazumi yang membuat sebahagian masyarakat tidak mempercayai tentang jalannya
system politk etis tersebut dan ditambahlagi dengan dasar perbedaan yang sangat
mendasar, yaitu agama yang dianut pribumi adalah Islam sedangkan pihak Belanda
memiliki keyakinan Protestan.
Meskipun
ada penolakan ataupun ketidak percayaan tentang politik etis tersebut, tetap
saja ada sekelompok yang beranggapan inilah kesempatan kita untuk meraih
pendidikan dan menanamkan rasa nasionalisme kepada seluruh pribumi. Dampak dari
politik etis itu sendiri memberi suatu perubahan, dimana sebelumnya bangsa
pribumi hanya memiliki suatu elit masyarakat yang tradisional, kini elit
masyarakat pribumi menjadi modern. Hal ini terkait dengan bagaimana mudahnya
para elit tradisional menerima suatu perubahan dari barat,Havilland (1988:252)
menyebutkan bahwa “kemampuan berubah selalu merupakan sifat yang penting dalam
kebudayaan manusia. Tanpa hal tersebut, kebudayaan tidak akan mampu
menyesuaikan dengan keadaan yang dinamis”. Dan terbentuklah Budi Utomo dan
Volksraad yang beranggotakan pribumi-pribumi yang bersekolah dan melakukan
perubahan sosial lewat bidang pendidikan yang sebelumnya sangat sulit terjadi,
karna masih banyak yang beranggapan bahwa suatu perubahan sosial itu hanya bisa
dilakukan lewat keturunan terutama system kebangsawanan. Nugraha (2001:76)
menambahkan “pengaruh pemikiran Barat telah membuat orang pribumi mencari
identitas sosial. Hal ini dapat terlihat dari banyaknya golongan priyayi Jawa
yang kehilangan keyakinannya terhadap mobilitas status yang diperoleh
berdasarkan keturunan”. Bukan hanya di dalam negeri saja orang-orang pribumi
mengenyam pendididkan, tetapi pribumi yang mengenyam pendidikan di daratan
eropa juga ada dan merekalah yang lebuh tepat dikatakan sebagai awal kemunculan
para elit modern.
Pada
perkembangan berikutnya, para elit modern ini masuk keberbgai bidang, seperti
sosial, politik, budaya dan pendidikan. Dengan tujuan mereka untuk memperoleh
hak-hak layak hidup sebagai manusia yang bebas, tidak terkecuali pendidikan
bagi rakyat jelata. Sampai pada tujuan akhir mereka sebagai bangsa Indonesia
menginginkan suatu bentuk konsep kemerdekaan yang hakiki.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar