Rabu, 24 Desember 2014

lapangan merdeka medan


Memerdekakan Lapangan Merdeka Medan

Twitter @merdekamedan #savelapanmerdeka

SUMUTPOS.CO- Mari merdekakan Lapangan Merdeka! Seribu balon harapan, seribu kain pikiran dan seribu satu macam tindakan.

Seruan itu disampaikan belasan pemuda, perwakilan dari beberapa komunitas di Medan yang menyatakan diri tergabung dalam Koalisi Masyarakat Sipil Peduli Kota Medan dalam kegiatan Festival Lapangan Merdeka.

Kegiatan yang diisi dengan orasi, pembacaan puisi serta pelepasan 1.000 balon ini tepat dilaksanakan di depan Tugu Monumen Perjuangan. Tempat dimana pernah dilaksanakannya sebuah pertemuan raya untuk menyiapkan pendeklarasian kemerdekaan Republik Indonesia dan sekaligus tempat dibacakannya teks Proklamasi 17 Agustus 1945 pada 6 Oktober 1945.

Kordinator Festival Lapangan Merdeka, Wahyu bersama rekannya Bayu, Arifin, dan Edi menyampaikan kepada Sumut Pos, kegiatan ini bertujuan untuk menyapa warga Medan serta jajaran pemerintahan Kota Medan untuk mengingatkan kembali fungsi utama Tanah Lapangan Merdeka (TLM) secara konsepsi yang telah dimaknai sebagai lokus situs sejarah, situs budaya dan simbol perjuangan di Kota Medan.

“Dalam koalisi ini ada sekitar 45 komunitas Medan bergabung, dan hari ini kami melepaskan 1.000 balon sebagai wujud dari tindakan kami untuk memerdekakan Lapangan Merdeka. Sebanyak 1.000 balon ini sebagai simbol harapan dan ajakan serta pesan kepada siapapun tentang pentingnya memerdekakan Lapangan Merdeka. Karena ini adalah simbol sejarah perjuangan kemerdekaan,” katanya.

Wahyu mengaku kecewa melihat pembangunan lahan parkir Railink yang sudah memakan sebagian bagunan atau luas lahan monumen perjuangan. “Lebar monumen itu 45 meter, tangga bawah ada 17 anak tangga dan di atasnya ada 8 anak tangga. Ini menandakan 17 Agustus 1945, kemerdekaan RI, tapi sekarang lebarnya sudah tidak 45 meter lagi, bahkan 3 dari 17 anak tangga yang ada di sisi timurnya telah rusak karena pembangunan parkir itu,” kata Wahyu sembari mengatakan pembacaan puisi dilakukan oleh Lukas Kustoro.

Monumen tersebut telah terhimpit dan terkepung oleh konstruksi beton masif yang telah berdiri tegak di tanah tersebut. “Almarhum Ketua DHC angkatan 45, Bapak Ki Heru Wiryono dikenal dengan panggilan Sekar Gunung pernah bilang, ‘Jangan hilangkan sejarah, karena tindakan itu adalah sikap penghinaan kepada para pejuang terdahulu’ artinya pembangunan ini juga sudah menjadi tindakan penghinaan tersebut,” ujar mahasiswa di salah satu Universitas Negeri di Medan ini.

Tambah Wahyu, pada 28 Desember mendatang, mereka juga akan melakukan kegiatan yang lebih besar lagi. “Kami berencana akan mengadakan upacara pengibaran bendera Merah Putih di depan monumen ini dan akan lebih banyak lagi massanya. Komunitas yang ikut bergabung diantaranya, Komunitas Taman, Komunitas Bumi, Komunitas Sejarah, Lingkungan, Komunitas Teknik Sipil, Medan Heritage, BMX, Galaxy Suffle Dance dan banyak lainnya. Kami juga mengundang para penjabat Pemko Medan, tapi memang tidak ada terlihat. Kami harap acara selanjutnya bisa hadir agar dapat melihat langsung dan memahami monumen ini sebagai peninggalan sejarah,” katanya.