Jumat, 08 Februari 2013

MASJID BENGKOK MEDAN


Peran Mesjid Lama dalam Perkembangan Islam di Medan
            Perkembangan islam di kota medan tidak terlepas dari peran kesultanan deli yang menganut agama itu sehingga banyak masyarakat pengikutnya juga memilih agama islam. Bahkan pada saat itu,hampir seluruh masyarakat melayu beragama islam. Namun, sebelum kesultanan deli berpusat pemerintahan di kota medan, kesultanan deli berada di daerah pesisir. Terbukti dari pembangunan masjid al-osmani di dekat pelabuhan yang merupakan awal mula perkembangan islam yang di bawa oleh kesultanan deli di kota medan.  
            Ketika pusat perdangan mulai berlangsung di pusat kota medan lah mulai para pedagang dari berbagai daerah bahkan mancanegara mulai berinteraksi di pusat kota medan tepatnya pada daerah kesawan. Interaksi antar agama pun terjadi tanpa terkecuali agama islam itu sendiri. Dari interaksi ini lah mulai di bangunnya beberapa rumah ibadah di daerah kesawan tersebut, ternasuk mesjid yang merupakan rumah ibadah umat muslim. Ada hal yang menarik dari hasil interaksi antar pedagang yang berkumpul di daerah kesawan ini, dimana ada seorang saudagar kaya raya dari negeri tiongkok yang bernama Tjong A Fie membangun suatu tempat ibadah umat muslim. Sempat menjadi kontrofersi dalam pembangunan nya. Namun, karena telah di ijinkan pembangunannya oleh sultan deli Makmun Arrasyid yang mulai berpindah pusat pemerintahannya ke istana Maimon maka pembangunannya pun di lakukan. Setelah pembangunan mesjid Lama selesai, seluruh kepengurusannya di serahkan kepada kesultanan deli yang dimana pada saat itu sedang dalam pemerintahan Makmun Arrasyid.






Masuknya islam di Medan
            Mungkin mesjid Lama Gang Bengkok tidak terlalu terkenal seperti mesjid raya yang berdekatan istana maimon. Tetapi anda harusnya menyadari bahwa sebelum mesjid raya di bangun ada mesjid-mesjid yang sudah berperan besar sebelumnya dalam penyebaran agama islam di kota medan. Meskipun tidak setua mesjid al-osmani yang berada di labuhan, tetapi mesjid gang bengkok memiliki peran lebih penting dalam berkembang nya agama islam di kota Medan. Lagi pula ketika pembangunan mesjid al-osmani belum merupakan termasuk daerah medan.
            Setelah para pedagang dari arab masuk ke wilayah Indonesiaterutama di sumaterara seperti dari Barus dan Aceh, penyebaran agama Islam diyakini terus berkembang. Hingga akhirnya penyebarannya sampai ke Kota Medan yang telah melewati berbagai macam jalur. Baik itu jalar perdagangan mau kekuasaan raja yang berkuasa di daerah Kota Medan.
Menurut Dra Syamsidar Tanjung MPd, Pembantu Dekan II Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Medan (Unimed), tercatat dalam sejarah, tokoh penyebar Islam di Medan adalah KH Said Bakrin pada Abad 16. Ia berasal dari suku Melayu.
Selain Said Bakrin, tercatat pula ulama-ulama pengembang ajaran Islam yang lain, seperti Abu Bakar Yakub dan Annas Tanjung. Mereka di latih untuk menyebarkan ajaran Islam di Medan.
Salah satu bukti sejarah perkembangan Islam di Medan adalah Masjid Bengkok. Masjid tua yang masih berdiri kokoh di Kesawan ini dibangun oleh Tjong A Fie pada tahun 1890. Di masjid yang terletak di Jalan Ahmad Yani Medan inilah Said Bakrin dan Abubakar Yacub yang merupakan anak dari Syekh Mohd. Yacub yang juga sebagai ketua badan kenaziran mesjid Lama Gang Bengkok yang pertama menyebarkan agama Islam di kota Medan. Masjid Bengkok yang memadukan gaya Cina dan Melayu ini dijadikan tempat aktivitas dakwah di kala itu.
Mereka melakukan penyebaran secara pelan-pelan. Sama seperti penyebaran di tempat-tempat lain, penyebaran di Medan pun dengan memberikan contoh yang baik pada masyarakat, sehingga mereka begitu tertarik dengan agama yang cinta perdamaian ini. Selain itu, penyebaran Islam di Medan juga dibantu oleh tokoh-tokoh dari Tapanuli yang terlebih dahulu mengenal Islam yang dapat terlihat dari pemberian tanah wakaf untuk pembangunan mesjid oleh Datuk H. Mohammad Ali yang berbatasan dengan pertapakkan tanah lokasi madrasah islamiyah Tapanoeli Medan.
Peran Mesjid Bengkok
            Perannya sangat terasa di kota medan, dari awal pembangunannya sampai pada saat ini. Telah di jelaskan sebelumnya, dimana mesjid ini memberi tempat untuk berkembangnnya agama islam di pusat kegiatan bisnis dimasanya yang sangat mempermudah para penyebar agama islam  dalam berinteraksi dengan orang-orang banyak dari berbagai daerah untuk menambah wawasan tentang agama islam.
            Sampai saat ini peran masid bengkok masih terasa dalam menjaga perdamaian antar umat beragama yang terpancar dari arsitekturnya yang memakai berbagai macam ornament dari beberapa daerah. Terbukti ketika terjadi penjarahan besar-besaran pada tahun 1998 terhadap pedagang etnis tionghoa, diantara mereka yang bemukim tidak jauh dari kawasan kesawan banyak yang mengungsi dan berlindung di dalam mesjid         Lama Gang Bengkok ini agar mendapat perlindungan. Dampak dari kejadian itu ada beberapa orang dari etnis tionghoa yang berubah memilih islam sebagai agama nya.
Keunikan Mesjid Bengkok
            Mesjid gang bengkok ini mempunyai keunikan tersendiri karena dibangun bersamaan dengan awal perkembangan kota Medan yang berlokasi di kelurahan kesawan. Mesjid ini bukan merupakan hasil dari gagasan seorang muslim atau pun seorang saudagar muslim dari daerah lain. Melainkan didirikan oleh seorang kapitan cina bernama Tjong A-Fie secara langsung memberikan penghormatan kepada kesultanan deli dengan di bangunnya mesjid ini.
            Di atas tanah yang telah diwakafkan oleh Datuk Kesawan (H. Mohammad Ali) mesjid ini pun didirikan dengan dana berasal dari Tjong A-Fie. Setelah selesai, kepengurusan mesjid pun di berikan kepada Sultan Deli Makmur Arrasyid yang kemudian ditabalkan pada 19 juli 1874.
            Dari segi arsitekturnya mesjid ini mempunyai keistimewaan di bandingkan dengan mesjid-mesjid lainnya sebab memakai perpaduab arsitektur cina, persia, romawi dan ditambahkan ornament melayu. Namun, dari awal pembuatannya hingga saat ini ada satu hal yang tidak di miliki mesjid lainnya yang selalu memakai ornament kaligrafi, mesjid ini tidak terdapat sedikit pun ornament kaligrafi di bagian luar maupun dalam mesjid. Tetapi hal itu tidak menjadi masalah, namun yang harus menjadi apresiasi adalah perpaduan arsitektur itu yang melambangkan adanya interaksi antar kebudayaan terjadi di sana dengan damai.
         
bagian dalam mesjid yang tidak ada kaligrafi          Mihrab (tempat imam)
 Jika dilihat sekilas memang seakan bukan bangunan mesjid karena mirip klentèng, tempat ibadah umat Khonghucu. Atapnya melengkung dan terdapat empat tiang setebal setengah meter yang menopang seluruh bangunan. Semuanya akan berubah ketika memasuki bagian dalamnya yang terdapat mimbar berbentuk bangunan tinggi terbuat dari kayu yang mempunyai tangga undakan bertingkat sebanyak 13 yang digunakan sebagai tempat khotbah sebelum sholat jum’at.
 
Kubah                                                    Mimbar Khotbah Jum’at
Bukan hanya mimbar, namun ada satu benda yang unik di mesjid ini yang tidak ada di mesjid lain pada era modern saat ini, dimana tedapat mimbar bilal adzan yang berkaki empat dengan panjang 2,10 meter dan lebar 1,90 meter serta tinggi 2,20 meter yang fungsi nya agar suara adzan lebih terdengar jika seorang yang mengumandangkannya dari tempat lebih tinggi. Karena saat pembangunan nya belum memakai alat pengeras suara seperti mikropon. Benda-benda itu lah yang menjadi salah satu simpanan sejarah yang masih ada sampai sekarang.
Mimbar bilal Adzan
Dalam bagian utama mesjid yang berukuran 18x18 ini terdapat empat tiang penyangga dengan diameter lingkaran 2,10 dan uniknya tiang seperti ini juga terdapat di istana Tjong A Fie yang terletak di Jalan A. Yani dearah kesawan juga yang berada tidak jauh dari mesjid Lama Gang Bengkok. Oleh karena itu diperkirakan pula bahwa arsitek yang membangun Istana Tjong A, Afie, juga merupakan arsitek yang juga membangun mesjid Lama Gang Bengkok. Ruangan asli pada bagian luar dilengkapi dan di topang 16 tiang segi empat dengan lebar sisi lebih kuang 50 cm dengan tinggi 5 meter. Namun karena termakan usia hanya tiang ini lah yang masih merupakan konstruksi bangunan yang asli pada bagian dalam, sebelumnya menurut perkataan kenaziran sekarang ini, kerangka atab semuanya menggunakan kayu tetapi karena kayu mulai lapuk dan sempat ada yang roboh. Maka diganti lah kerangka atap dengan alumunium.
Tiang Bangunan Utama
Tidak hanya bagian konstruksi saja, yang mengalami perbaikkan. Dinding mesjid ini pun sudah mengalami perubahan yang sangat telihat jelas. Namun pada bagian dinding atas terdapat suatu ornament bangunan yang dijaga ke asliannya sampai sekarang.
Ornament lingkarang yang saling berkaitan
Pada bagian luar mesjid ini sudah jauh berbeda jika dibandingkan dengan aslinya. Perluasan ini dilakukan karena daya tampung jama’ah masjid yang memiliki bangunan utama hanya berukuran 18x18 meter ini tidak mampu menampung semakin ramainya umat muslim di sekitar kesawan. Walaupun begitu masih ada bagian asli dari bangunan ini yang tidak di hilangkan pada bagian luar, yaitu ornament lebah bergantung yang merupakan cirri khas melayu.
Ornament lebah bergantung
            Satu lagi keunikkan mesjid ini adalah memiliki sumur tua yang menurut penjelasan kenaziran, air di dalamnya tidak pernah surut walaupun musim kemarau. Sumur ini lah yang digunakan para jama’ah sholat untuk ber wudhu. Berdiameter sekitar 2 meter dan terletak di bagian kamar mandi wanita.
 
Sumur tua




Kenaziran Masjid
Jika di lihat dari bangunan nya yang masih berdiri kokoh sampai saat ini pasti banyak yang tidak percaya jika masjid ini adalah mesjid yang telah berumur lebih dari seratus tahun, ditambah lagi dengan tidak adanya prasasti kapan pembangunan mesjid Lama Gang Bengkok ini dimulai atau pun di resmikan semakin membuat orang yang awam akan mengira ini adalah mesjid baru. Selain hal-hal tersebut, kayu penopang atap pun mulai diganti dengan alumunium yang sama dengan bangunan bangunan yang banyak dibangun pada saat ini. Tetapi data dari kenaziran lah yang menjadi salah satu data nyata yang dapat dijadikan acuan bahwa benar bangunan ini memiliki nilai sejarah yang sangat kuat.
Kenaziran ataupun kepengurusan mesjid Lama Gang Bengkok dimulai oleh seorang bernama Syekh Mohd. Yacub, yang merupakan seorang ulama Mandailing bermarga Nasution berasal dari Roburan Lombang dan tinggal di jalan mesjid sejak 24 november 1885, ialah yang mendapatkan tauliyah atau kepercayaan untuk menjadi nazir yang mengurus mesjid dari Sultan Makmun Arrasyid dan menetapkan iman Rawatib pada tanggal 30 november 1894.
Karena perpindahan Syekh Mohd. Yacub ke jalan Tilak Medan, Imam rawatib diwakilkan kepada menantunya yang bernama H. Usman Tanjung selama 1910 sampai denan 1938 yang juga bertempat itinggal di daerah kesawan. Namun karena ia hanya mewakilkan saja, tidak lama di gantikan oleh anak dari Syekh Mohd. Yacub yang bernama Abubakar Yacub yang telah belajar mendalami agama islam.
Kenaziran mesjid bengkok sampai saat ini masih terus aktif untuk mengurus mesjid bersejarah ini, yang pada saat ini kenaziran di ketuai oleh Bapak H. Saifudin Nasution, SH. Bahkan kenaziran ini memiliki perpustakaan yang membantu orang-orang untuk menambah wawasan tentang agama maupun ingin tau tentang masa lalu mesjid ini.
Peran Arkeologi
            Ilmu arkeologi sangat berperan dalam kasus ini, terutama dalam menganalis bangunan masa silam yang masih berdiri kokoh sampai saat ini walaupun sudah banyak mengalami renovasi dan perbaikkan. Antropologi memiliki cara atau pun metode analisis arsitektur bangunan. Dalam hal ini yang di analisis adalah bangunan di masa islam.
            Secara umum bangunan-bangunan di masa islam juga mendapat pengaruh kebudayaan dari bangsa asing yang telah melakukan kontak dengan bangsa Indonesia, seperti dalam kasus ini mesjid yang dibangun sudah terkontamunasi oleh bangsa Cina yang terlihat pada bagian kubahnya.
           
            Pada dasarnya islam tidak memberikan kriteria yang khusus dan harus dalam pembangunan mesjid, meskipun begitu mesjid-mesjid kuno di Indonesia memiliki kesamaan cirri satu sama lain seperti berdenah segi empat, atapnya di tunjang dengan 4 tiang, mempunyai mihrab dan mimbar yang semua nya itu di miliki oleh M    esjid Lama Gang Bengkok.
            Setelah menganalisis arsitektur nya, arkeologi juga berperan dalam menganalisis tekhologi dalam konstruksi bangunan masjid. Konstruksi bangunan mesjid yang berupa konstruksi kayu biasanya dengan pasak atau tanpa pasak. Hal ini tidak dimiliki lagi oleh mesjid bengkok, karena sempat hamper roboh pada bagian dalam masjid sehingga konstruksi kayu dig anti semua dengan bahan alumunium yang lebih ringan. Pada bagian atap pun sudah diganti tidak menggunakan genteng yang terbuat dari tanah liat lagi, melainkan bahan alumunium yang lebih ringan.

Perluasan dan renovasi mesjid ini di mulai pada tahun 1950-an yang harus di lakukan karena kapasitas jema’ah yang sangat sedikit dari mesjid ini harus di tambah mengingat umat muslim di daerah pusat bisnis kota medan pada saat itu semakin ramai dengan umat muslim. Pembangunan ini pun berdampak kepada keaslian dari bangunan berkurang. Perluasan mengharuskan halaman sekeliling mesjid di timbun dan akibatnya taman kecil yang terdapat bangku dari batu granit pun harus di hilangkan kerena perluasan ini. Ilmu arkeologi sangat berperan penting dalam hal ini untuk mengetahui masa lalu bangunan islam ini lewat analisi dan metode penelitian arkeologi lewat sisa-sisa bangunan asli dari mesjid ini.










Penutup
            Mesjid Lama Gang Bengkok adalah salah satu bukti masuknya islam di kota Medan yang sampai saat ini masih berdiri kokoh walaupun banyak bagian mesjid yang sudah tidak asli. Disinilah ilmu arkeologi berperan dalam menganalisis bangunan-bangunan yang mempunyai sejarah di masa lalu seperti mesjid Lama Gang Bengkok yang memiliki peran dalam perkembangan islam di kota Medan.
            kemudian hasil nya penyebaran agama Islam sangat pesat di daerah ini, dan pada akhirnya agama islam mendominasi didaerah tersebut. Dan sejarah pun telah mencatat bahwa perkembangan agama Islam di daerah Kesultanan Deli benar-benar maju pesat, dengan adanya hubungan dari luar daerah seperti para pedagang yang juga mensyiarkan agama Islam sehingga membantu perkembangan agama Islam di daerah kesultanan Deli.
            Sehingga daerah Kesulatanan Deli menjadi daerah Islam yang terbukti dari banyaknya bangunan-banguna bersejarah dan banyak bukti-bukti catatan para petualang yang singgah dan lain sebagainya.